Minggu, 06 Juni 2010

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA LANGSUNG PADA PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI RIAU

NONI PUSPITA SARI

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

IDHAR YAHYA

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Abstract

This study analyzed the influence Intergovernmental Transfer and Local Own Revenue to Direct Expense in Regency/City Government Riau Province.

The research method that used in thisresearch is causal research design, and with 8 regency/city as a sample for every year from 11 regency/city at Riau Province. This research is done for 2005, 2006, 2007 and 2008 period. This researchutilizes secondary data. The data are taken from Government Statistic Center of Riau. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense. Analyzed method that used in this research is quantitative method, the data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesistest in this research use multiple linier regression with t test and F test.

This reserch concludes that all of independent variables have positive significant influence toward Direct Expense in simultan, and in partial Intergovernmental Transfer have positive significant influence toward Direct Expense and Local Own Revenue dont have positive significant influence toward Direct Expense.



Keyword : Intergovernmental Transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Direct Expense.



1. Pendahuluan

Pemerintah daerah menjalankan keuangan negara menganut azas desentralisasi yang bisa disebut juga sistem otonomi daerah. Dimana otonomi daerah banyak menuntut pada pemerintah daerah untuk lebih memberikan pelayanan yang didasarkan asas-asas pelayanan publik yang meliputi: transparasi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban demi tercapainya “good govermen”.

APBD terkandung unsur pendapatan dan belanja, dimana pendapatan yang dimaksud adalah sumber-sumber penerimaan untuk daerah dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan belanja adalah pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pemerintah daerah berhak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut azas otonomi daerah, diarahkan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta semua masyarakat, serta juga meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem negara kesatuan republik indonesia. Undang-undang No. 33 tahun 2004 diterangkan untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari dana alokasi khusus, dana alokasi umum dan bagian daerah dari bagi hasil pajak dan bukan pajak. DAU memegang peranan yang sangat dominan dibandingkan sumber dana lain seperti dana alokasi khusus maupun dana kontijensi (penyeimbangan) untuk itu diharapkan DAU dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.

Sampai saat ini APBD Riau hanya bergantung kepada DAU atau Dana Bagi Hasil (DBH). Pemerintah provinsi harus lebih kreatif mencari dan meningkatkan PAD dengan menggali sumber-sumber pendapatan. dapat diperoleh suatu gambaran bahwa pengaruh DAU dan PAD memiliki peranan yang begitu besar sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan pada akhirnya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Penurunan kegiatan ekonomi diberbagai daerah juga menyebabkan penurunan PAD daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya peningkatan kegiatan ekonomi diberbagai daerah akan meningkatkan PAD daerah sehingga pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat.

Keberhasilan pengembangan otonomi daerah bisa dilihat dari derajat otonomi fiskal daerah yaitu perbandingan antara PAD dengan total penerimaan APBD nya yang semakin meningkat, di harapkan dimasa yang akan datang ketergantungan daerah terhadap transfer dana pusat hendaknya diminimalisasi guna menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah dalam pelayanan publik dan pembangunan.

Lilik Khoirul Mala (2008) melakukan penelitian Pada Pemerintahan kabupaten/kota Jawa Tengah menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi (Pdrb), Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum secara bersama sama berpengaruh signifikan kepada Belanja modal. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Asti Septiana (2008) pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia juga menunjukkan bahwa secara terpisah dan atau bersama-sama pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal, dan terdapat perbedaan belanja modal (BM) dan belanja operasional dan pemeliharaan (BOP) antara aparatur dengan publik.

Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, walaupun ada ketidakkonsistenan tampak bahwa bukti empiris tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengaruh DAU dan PAD yang memiliki peranan yang begitu besar sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan pada akhirnya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Dalam kaitan ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau.”



2. Tinjauan Pustaka

Agaran Pendapatan Dan Belanja Daerah



Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pusat dan provinsi sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah.

Keberhasilan penyelenggaraan otonom daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan ini merupakan indikator penting dalam mengukur tingkat otonomi daerah. Penyelenggaraan otonom daerah dapat dicapai apabila sumber keuangan daerah dapat membiayayai aktifitas daerah yang berasal dari PAD.



Pendapatan Asli Daerah



Sumber keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sember pendapatan asli daerah dan sumber non pendapatan asli daerah. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujaun untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Upaya meningkatkan PAD daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor.

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan yang menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat.



Dana Alokasi Umum



DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Tujuan dari pemberian dana alokasi umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.



Belanja Langsung



Belanja merupakan konsekuensi karena adanya program dan kegiatan dan mempunyai karakter bahwa masukan alokasi belanja dapat diukur dan diperbandingkan dengan keluarannya. Belanja langsung adalah belanja yang mempengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Permintah diminta lebih fokus meningkatkan belanja langsung (direct spending), baik melalui peningkatan daya beli konsumen maupun pembangunan infrastruktur. Belanja langsung diyakini mempunyai multiplier effect lebih dahsyat dalam penciptaan lapangan kerja dibanding insentif fiskal yang hanya dinikmati oleh sebagian kalangan saja.



Klasifikasi Belanja Langsung

1) Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai pemerintah daerah baik yang bertugas di dalam maupun di luar daerah sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

2) Belanja Barang dan Jasa digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang dan jasa. Seperti, pembelian barang dan jasa keperluan kantor, jasa pemeliharaan, dan ongkos perjalanan dinas. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

3) Belanja Modal adalah pengeluaran yang dikeluarkan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari duabelas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah.

Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :

a) Belanja modal tanah,

b) Belanja modal peralatan dan mesin,

c) Belanja modal gedung dan bangunan,

d) Belanja modal jaringan,

e) Belanja modal buku perpustakaan dan hewan.



Kerangka Konseptual



Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



















Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan penelitian terdahulu. DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. jadi, DAU memiliki pengaruh terhadap belanja langsung.

PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap belanja langsung.

Di dalam Literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja langsung didiskusi secara luas dan berbagai hipotesis tentang hubungan tersebut secara empiris (Chang & Ho, 2002). Sebagian studi menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja langsung, dan sebagian lainnya menyatakan belanjalah yang mempengaruhi pendapatan. Studi tentang pengaruh transfer dari Pempus pengeluaran atau belanja pemda sudah berjalan. Secara teoritis, respon tersebut akan mempunyai efek distributife dan alokatif yang tidak berbeda dengan sumber pendanaan lain. Namun, dalam studi empiris stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh DAU sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan daerah sendiri. Studi tentang PAD terhadap Belanja Langsung, hipotesis yang menyatakan bahwa PAD mempengaruhi belanja langsung Pemerintah Daerah, dalam hal ini pengeluaran Belanja Langsung akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan PAD oleh pemerintah atau perubahan PAD terjadi sebelum perubahan pengeluaran.



Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan, berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat. DAU dan PAD berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial maupun simultan.



3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal. Desain ini berguna untuk menganalisa hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendokumentasi data sekunder yang diperlukan berupa laporan APBD yang dipublikasikan. Dimensi waktu yang dipakai yaitu dari tahun 2005 – 2008.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:72). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 11 kabupaten dan kota. Dari populasi yang ada akan diambil sejumlah tertentu sebagai sampel.pada periode tahun 2005-2008.

Teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling, artinya bahwa populasi yang memenuhi kriteria tertentu sesuai yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah: Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sempel adalah kabupaten dan kota yang memiliki data Laporan Keuangan Daerah tahun 2005,2006, 2007 dan 2008. Dengan kriteria tersebut diperoleh 8 kabupaten dan kota sebagai sampel.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Dana Alokasi Umum (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X2) sebagai variabel independen dan Belanja Langsung sebagai variabel dependen (Y).



4. Metode Analisis Data

Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2007:142). Deskripsi suatu data dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum.



Pengujian Asumsi Klasik

Uji Normalitas Data

Uji Normalitas Data dilakukan dengan analisis grafik dengan melihat grafik histogram dan normal probability. Selain itu uji normalitas data menggunakan alat uji statistik yaitu alat uji statistik Kolmogorov–Smirnov (Uji K–S) agar lebih meyakinkan dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji kolmogorov smirnov adalah besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,1050 dan signifikansi pada 0,220 maka, dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal karena p = 220 > 0,05. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai observasi data telah terdistribusi secara normal dan dapat dilanjutkan dengan uji asumsi klasik lainnya.

Uji Multikolineritas



Uji Multikolineritas dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolonieritas dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF), Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya, melihat nilai condition Index (CI). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance > 0.1 atau sama dengan nilai VIF < 10. disajikan tabel hasil pengujian multikolonieritas.

Hasil dari pengujian multikolineritas dapat dilihat di bawah angka tolerance DAU , PAD sebesar 0,815 > 0,1 dan VIFnya sebesar 1.228 < 10. Ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel independen dalam penelitian.



Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah menggunakan uji Durbin Watson (DW test).

Hasil dari pengujian Autokorelasi dapat dilihat bawah nilai DW sebesar 1,397. Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.



Uji Heteroskedastisitas

Untuk pengujian heteroskedastisitas, penulis menggunakan alat analisis grafik (Scatterplot) dan analisis statistik. Pada analisis grafik Scatterplot, deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat jika tidak ada pola tertentu pada grafik Scatterplot maka tidak terjadi heteroskedastisitas dengan kata lain homoskedastisitas.

Hasil dari pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.



Pengujian Hipotesis

Hasil Analisis Regresi Sederhana

Pengujian hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi sederhana. Hasil dari pengujian dengan regresi sederhana dapat dilihat di bawah ini.

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh model persamaan regresi sederhana sebagai berikut:

Y= 379.777 + 0,811 X1 + 0,777 X2

Konstanta sebesar 379.777 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (X1 = 0, X2 = 0) maka, belanja langsung sebesar 379.777.

DAU memiliki koefisien regresi bertambah positif sebesar 0,811, artinya apabila terjadi perubahan variabel DAU sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,811 atau 81,1%.

PAD memiliki koefisien regresi bertambah positif sebesar 0,777, artinya apabila terjadi perubahan variabel PAD sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,777 atau 77,7%.

hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0,474 yang berarti bahwa hubungan antara DAU dan PAD dengan Belanja langsung mempunyai hubungan yang lemah yaitu sebesar 47,4%. Dikatakan lemah, karena angka tersebut dibawah 0,5 atau 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0,224 (berasal dari 0,474 x 0,474). Yang berarti bahwa variabel independen DAU dan PAD sebesar 22,4% dan selebihnya 77,6% (100% - 22,4%) dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.



Uji–t

Uji–t dilakukan untuk menguji secara parsial atau individu apakah variabel independen berpengaruh secara individu (parsial) terhadap variabel dependen. Hasil uji-t adalah sebagai berikut.

a. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independennya. Terlihat bahwa DAU (X1) mempunyai angka signifikansi sebesar 0,045 berada dibawah 0,05 yang menunjukkan bahwa DAU secara individual mempengaruhi belanja langsung.

b. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independennya. Terlihat bahwa PAD (X2) mempunyai angka signifikansi sebesar 0,374 berada diatas 0,05 yang menunjukkan bahwa PAD secara individual tidak mempengaruhi belanja langsung.

c. Berdasarkan model tersebut diketahui bahwa DAU (X1) mempunyai koefisien regresi dan nilai t hitung yang paling besar dibandingkan koefisien regresi dan nilai t hitung PAD (X2). Berdasarkan hasil tersebut dapat diidentifikasi bahwa DAU memiliki pengaruh yang lebihnyata dan signifikan terhadap belanja langsung.

Uji–F

Uji F untuk menguji pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun aturan yang digunakan adalah jika F hitung < F tabel maka H0 diterima, dan jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan H0 ditolak dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai signifikansi < 0.05 maka Ha diterima dan H0 ditolak.

Hasil dari pengujian uji F dapat dilihat bahwa uji F hitung sebesar 4,191 dengan tingkat signifikansi 0,025, jauh lebih kecil dari 0,05 atau (0,025 < 0,05). Oleh karena itu, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi belanja langsung. Dengan kata lain, DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Langsung.







Pembahasan Hasil Analisis

Nilai R Square sebesar 0,224. Hal ini berarti bahwa variabel DAU dan PAD sebesar 22,4% dan selebihnya 77,6% (100% - 22,4%) dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa secara parsial DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung. Namun penulis belum menemukan peneliti terdahulu tentang pengaruh DAU terhadap belanja langsung. Hal ini mungkin disebabkan variabel belanja langsung mulai digunakan tahun 2006 sesuai dengan keluarnya Permendagri No. 13 tahun 2006. Penulis hanya menemukan penelitian terdahulu oleh Lilik Khoirul Mala (2008) yang meneliti mengenai pengaruh DAU terhadap pengalokasian belanja modal. Hasil penelitian ini mendukung dari pada hasil penelitian lilik khoirul mala (2008), yang Hasil dari penelitian Lilik Khoirul Mala (2008), adalah DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Seperti yang di ketahui belanja modal merupakan bagian dari balanja langsung.

PAD secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap belanja langsung secara parsial. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh lilik khoirul mala (2008), dan Dwi Asti Septiana (2008), yang menemukan bahwa secara parsial PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dengan pemahaman bahwa apabila belanja modal menurun maka dapat dipastikan bahwa belanja langsung juga akan menurun karena belanja modal merupakan bagian dari pada belanja langsung. Seperti yang telah dikemukakan atas. Perbedaan ini mungkin dikarenakan berbedanya periode yang digunakan dalam penelitian, bedanya variabel independen yang digunakan dan bedanya kabupaten dan kota yang digunakan sebagi sampel dan bedanya variabel dependen yang digunakan dimana lilik khoirul mala (2008), dan Dwi Asti Septiana (2008), menggunakan belanja modal yang merupakan bagian dari belanja langsung sedangkan penelitian ini menggunakan belanja langsung sebagai variabel dependen.

DAU dan PAD secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung yang ditunjukkan oleh signifikasi F < 0,05. Nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0,224 (berasal dari 0,474 x 0,474). Yang berarti bahwa variabel independen DAU dan PAD sebesar 22,4% dan selebihnya 77,6% (100% - 22,4%) dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Hasil penelitian ini tidak memiliki tinjauan penelitian terdahulu.

DAU memiliki koefisien regresi bertambah positif sebesar 0,811. Hal ini mengandung arti bahwa apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah) maka, perubahan variabel DAU sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,811 atau 81,1%. Hasil penelitian ini tidak memiliki tinjauan peneliti terdahulu.

PAD memiliki koefisien regresi bertambah positif sebesar 0,777. Hal ini mengandung arti bahwa apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah) maka, perubahan variabel PAD sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,777 atau 77,7%. Hasil penelitian ini tidak memiliki tinjauan peneliti terdahulu.



5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis apakah terdapat hubungan yang signifikan antara DAU dan PAD terhadap Belanja Langsung. Disini kita menghubungkan dua variabel independen dengan satu variabel dependen. Periode penelitian tahun 2005,2006,2007, dan 2008. Sampel dipilih berdasarkan kabupaten dan kota yang memiliki Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga dipilih sebayak 8 kabupaten dan kota. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS 16. Penelitian melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.



Hasil penelitian menemukan bahwa :

1. Setelah diuji secara parsial, didapati bahwa DAU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Belanja langsung. Sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap Belanja Langsung, bahwa PAD secara individual tidak mempengaruhi belanja langsung.

2. Setelah diuji secara simultan DAU, PAD secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.



Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Peneliti menyadari bahwa jumlah sempel yang diambil relatif sedikit hanya 8 kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten dan kota yang menjadi sampel penelitian.

2. Peneliti hanya mengambil 2 variabel independen sehingga penelitian ini sangat sederhana

3. Periode penelitian ini dibatasi hanya dari tahun 2005, 2006, 2007 sampai dengan tahun 2008.



Saran

Beberapa saran dan rekomendasi dari peneliti antara lain:

1. Bagi penelitian selanjutnya, serta disarankan untuk memperbanyak sampel yang digunakan agar hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih. Dan mengambil sempel diluar kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Riau.

2. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperluas variabel yang digunakan terutama variabel independen.

3. Saran yang diberikan terkait dengan analisis berkisar masalah ketergantungan yang besar terhadap DAU oleh pemerintah daerah. jika pemerintah lebih kosentrasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah maka seharusnya kemandirian daerah harus dapat diwujudkan.



REFERENCES



Arsyad, Lincolin, 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Astuti, Esther Sri dan Joko Tri Haryanto, 2005. “Analisis Dana Alokasi Umum (DAU) dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus 30 Provinsi”, Jurnal Manajemen Usahawan, Nomor 12 Th XXXIV Desember 2005, Lembaga Managemen FE-UI, Jakarta, hal. 38.

Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Erlangga : Jakarta.

Brata, Aloysius Gunadi, 2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Erlina dan Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis, USU Press, Medan.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang.

Hadi, Syamsul, 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi & Keuangan, Cetakan Pertama, Akonisia. Yogyakarta.

Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2003. Pengaruh DAU dan PAD Terhadap Belanja Pemerintah Daerah : Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI, 1140-1159.

Halim, Abdul dan Jamal Abdul Nasir, 2006. “Kajian Tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Jurnal Manajemen Usahawan, Nomor 06 Th XXXV Juni 2006, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, Hal. 42.

Harianto, David. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, PAD, dan Pendapatan per Kapita. Universitas Hassanudin. Makassar.

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.

Kadjatmiko, 2002. “Dinamika Sumber Keuangan bagi Daerah dalam Rangka Otonomi Daerah”, Prosiding Workshop Internasional Implementasi Desentralisasi Fiskal sebagai Upaya Memberdayakan Daerah dalam Membiayai Pembangunan Daerah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahayangan, Bandung, hal 69.

Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perekonomian, Strategi dan Peluang. Erlangga : Jakarta.

Mala, Khoirul Lilik, 2008. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Jawa Rengah”. Pustakaan Universitas Islam Sultan Agung. Yogyakarta.

Mardalis, 2006. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Cetakan Kedelapan, Bumi Aksara. Jakarta.

Munir, Dasril H. 2005. Kebijakan & Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : YPAP.

Prasetyo, Bambang, dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Pemerintah Propinsi Riau, Kabupaten dan Kota di Propinsi Riau, 2008, www.riau.go.id.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sariono, Endro. Dkk. 2007. Manusia dan Perilaku Ekonomi. Jakarta : Ganeca Exact.

Septiana, Dwi Astutu, 2008. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal, Belanaja Operasional dan Pemeliharaan Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia”. Universitas Gajah Mada.

Soekarwo, 2003. Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah. Surabaya Airlangga University Press.

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis. cetakan Kesepuluh. Penerbit CV Alfabeta. Bandung.

Umar, Husein. 2003. Metodologi Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran, PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Edisi Ketiga, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BERDASARKAN LABA KOMERSIL DAN LABA FISKAL PADA PT. TANATO MAKMUR LESTARI MEDAN

RENNI SARTIKA

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

ARIFIN LUBIS

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara



Absract

Validity of The Law of Tax will cause commercial income different from fiscal or called taxable income which became be basic in accounting income tax payable. In order that, this research intends to know what are the factors that caused the difference in determining between commercial income and fiscal income. Moreover, to know how the company does in correcting income as a consequence because of assembling Financial Accounting Standard and the law of tax.

In writing this minithesis, the kinds of data which be used are primary data and secondary data. Well, the technic in collecting data which be used are interview and documentation. The method of analyzing data which be used is descriptive method that it the data was collected. Then, arranged and analyzed it. So it can give solution and an explicit illustration for a problem.

The writer has researched and analyzed in counting income tax payable and get some conclusion that : 1) PT. Tanato Makmur Lestari company determines based on Financial Accounting Standard which is be orientated in implementating entry commercially, 2) The difference between commercial income and fiscal income because of validating law of tax and 3) The company find the difference in temporary and permanent in admitting income and expenses between Financial Accounting and the law of tax so the company did the fiscal correction of counting commercial refers to law of tax the which based on the income law tax No. 17 Tahun 2000.



Key words : Commercial Income, Fiscal Income and Fiscal Correction.



1. Pendahuluan



Kemandirian suatu bangsa, dapat diukur dari kemampuan bangsa tersebut untuk melaksanakan dan membiayai pembangunan sendiri. Salah satu sumber pembiayaan pembangunan berasal dari penerimaan pajak. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, maka peranan masyarakat terutama wajib pajak juga harus ditingkatkan. Peranan wajib pajak dapat ditingkatkan apabila ada pemahaman dan pengertian masyarakat, terutama wajib pajak, terhadap peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku, guna melaksanakan dan memenuhi hak dan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perubahan yang paling mendasar dari undang-undang perpajakan adalah perubahan penetapan pelaporan pajak terhutang dimana undang-undang peninggalan Kolonial Belanda menggunakan metode official assessment diganti dengan undang-undang pajak yang baru dengan metode self assessment yaitu wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang menurut undang-undang pada suatu masa pajak, bagian tahun pajak atau suatu tahun pajak. Wajib pajak berkewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak, sampai melaporkannya ke kantor pelayanan pajak. Untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan sistem self assessment, maka diperlukan pedoman untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, yang salah satu caranya dapat diketahui melalui penyelenggaraan catatan yang sistematis yang disebut dengan pembukuan. Pembukuan yang disyaratkan minimum meliputi pencatatan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya.

Banyak pihak (dengan berbagai latar belakang pengetahuan dan kepentingan yang berbeda), yang membutuhkan informasi dari laporan keuangan, menyebabkan laporan keuangan tersebut harus disusun dengan memenuhi standar yang dapat diterima secara umum. Dinegara kita standar tersebut disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang pada dasarnya diselaraskan dengan Standar Akuntansi Internasional. Laporan keuangan yang disusun oleh pihak perusahaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia masih harus disesuaikan dengan penghasilan dan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-undang pajak penghasilan badan yang menyebabkan perbedaan besarnya pengakuan laba usaha. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam menentukan besarnya pajak penghasilan badan menurut laba komersil dan laba fiskal, yang menyulitkan pihak perusahaan untuk menetapkan besarnya pajak yang masih harus dibayar pada saat mengisi SPT tahunan. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut diatas maka berdasarkan uraian sebelumnya, maka peeliti tertarik untuk melekukan penelitian tentang analisis perhitungan pajak penghasilan badan berdasarkan laba komersil dan laba fiscal pada PT. Tanato Makmur Lestari Medan.



2. Tinjauan Pustaka



2.1 Ketentuan Umum Pajak Penghasilan



2.1.1 Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan

Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, berdasarkan Undang-undang dapat dipaksakan dimana balas jasanya tidak secara langsung dinikmati oleh wajib pajak. Pajak yang dipungut tersebut dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah seperti pembangunan sarana-sarana umum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban yang akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pajak menurut PJ. A.Adriani dalam Mohammad Zain (2003 : 10) Pajak adalah iuran kepada kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib pajak membayarkan menurut perutauran-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara secara langsung dapat ditunjuk, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya, yakni mereka yang telah memenuhi kriteria pemajakan seperti yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Dari berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah salah satunya adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.



2.1.2 Subjek Pajak

Dari berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah salah satunya adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Adapun yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak juga terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.



2.1.3 Objek Pajak

Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk di dalamnya gaji/ upah, bonus, uang pensiun, honorarium, hadiah undian dan penghargaan, laba bruto usaha, keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta sebagai biaya bunga, deviden dengan nama dan bentuk apapun juga, royalty, sewa dan penghasilan lain yang sehubungan dengan penggunaan harta, penerimaan atau perolehan pembayaran berkala dan keuntungan karena pembayaran hutang.



2.1.4 Tarif Pajak

Menurut UU No. 17 Tahun 2000 pasal 17 pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:



Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 10%

Di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.0000.000,- 15%

Di atas Rp. 100.000.000,- 30%



Tarif tertinggi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut di atas dapat diturunkan menjadi serendah-rendahnya 25%. Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) seperti di atas dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan yaitu disesuaikan dengan faktor penyesuaian (misalnya tingkat infasi). Untuk keperluan penerapan tarif pajak dalam menghitung pajak penghasilan terhutang, PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah.



2.1.5 Laba

Laba merupakan suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kinerja atas keberhasilan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Selain itu laba juga merupakan salah satu pos yang penting dalam laporan keuangan dan mempunyai manfaat yang bermacam-macam untuk berbagai tujuan. Untuk mengetahui besarnya laba maka dapat dilihat pada laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan, khususnya dalam laporan laba rugi perusahaan.



2.2 Pengakuan Pendapatan dan Penggolongan Biaya Menurut Akuntansi Komersil



2.2.1 Pengakuan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004 : 23.3) “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.” Pendapatan hanyalah merupakan komisi yang diterima dari prinsipal. Pendapatan dapat dibebankan menjadi dua bagian yaitu pendapatan dari usaha dan pendapatan yang berasal dari luar usaha. Pendapatan dari usaha merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan usaha perusahaan.



2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Standar Akuntansi Keuangan

Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital (capital expenditure) yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dicatat sebagai aktiva, sedangkan pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) yaitu pengeluaran yang hanya memberi manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan yang dicatat sebagai beban. Pengakuan atas biaya atau cost juga berhubungan dengan dasar atau prinsip akuntansi yang digunakan dalam mencatat biaya tersebut yaitu accrual basis yaitu biaya diakui walaupun belum ada pengeluaran atau pembayaran kas atas biaya yang terjadi tersebut, dan cash basis yaitu pencatatan dan pengakuan biaya hanya akan dilakukan jika telah terjadi pembayaran atau pengeluaran kas dan apabila belum ada pengeluaran kas maka biaya tersebut tidak diakui.



2.3 Pengakuan Pendapatan dan Penggolongan Biaya Menurut Akuntansi Komersil

2.3.1 Pengakuan Pendapatan Menurut Akuntansi Fiskal

Menurut UU Pajak No. 17 Tahun 2000, pengertian penghasilan dapat didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat diapakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jenis-jenis penghasilan menurut undang-undang perpajakan No. 17 tahun 2000 yaitu imbalan, hadiah dan penghargaan, laba usaha, keuntungan atas penjualan atau pengalihan harta, penerimaan kembali pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, bunga, deviden, royalty, sewa, penerimaan/ perolehan pembayaran berkala, keuntungan karena pembebasan hutang, keuntungan selisih kurs, premi asuransi, selisih lebih revaluasi aktiva, iuran, serta tambahan kekayaan netto.



2.3.2 Pengakuan Biaya Menurut Akuntansi Fiskal

Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 Pasal 6 ayat (1), pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan wajib pajak dapat dibedakan atas Pengeluaran yang boleh dibebankan sebagai biaya dan pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.



2.4 Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan netto/ laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan-perbedaan antara akuntansi dan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/ permanen dan beda waktu/ sementara. Menurut Agus Setiawan dan Basri Musri (2006 : 421) “Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan.” Koreksi fiskal terbagi atas beda tetap/ permanen dan beda waktu/ sementara. Beda tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari sedangkan beda waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. Koreksi positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah dan mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan rugi laba komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan sedangkan koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang dan berakibat adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin besar, atau yang berakibat dengan adanya pengurangan penghasilan.



2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti. Kerangka konseptual juga merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian seperti yang tertera pada gambar.


Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

Sumber : Penulis, 2009



Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka dapat dibuat justifikasi hubungan antar variabel-variabel tersebut. Laporan keuangan berdasarkan laba komersil (SAK) masih harus disesuaikan dengan penghasilan dan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-undang pajak penghasilan yang akan menyebabkan perbedaan besarnya pengakuan laba usaha sehingga dibutuhkan koreksi fiskal baik itu menurut beda waktu ataupun beda tetap untuk dapat memperoleh besarnya laba komersil perusahaan dan untuk menetapkan besarnya pajak yang masih harus dibayar pada saat mengisi SPT tahunan. Dari analisis fiskal tersebut perusahaan dapat menganalisis perbedaan penentuan laba komersil dan fiskal serta tindakan apa yang akan dilakukan perusahaan dalam mengoreksi laba tersebut. Beda tetap mengakibatkan laba/ rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal sedangkan beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetap berbeda alokasi setiap tahunnya.



3. Metode Penelitian



Penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku. Didalam penelitian ini terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat dan nenginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi pada saat ini. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan memperoleh informasi mengenai keadaan pada saat ini dan melihat antara teori-teori yang ada.

Jenis data yang digunakan yaitu: data primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama yang masih memerlukan pengolahan leih lanjut dan dikembangkan dengan pemahaman sendiri oleh penulis, seperti wawancara, dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan sebagai objek penelitian yang sudah diolah dan terdokumentasi di perusahaan, misalnya sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan laporan keuangan perusahaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan perpustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalaha metode deskriptif yaitu metode yang mengumpulkan, meninterpretasikan dan menganalisa data sehingga memberikan pemecahan dan gambaran yang jelas terhadap suatu permasalahan. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Tanato Makmur Lestari yang beralamat di Komp. Pondok Surya Blok. II No. 53, Jl. Pembangunan – Helvetia, Medan.



4. Hasil Penelitian



4.1 Neraca

Neraca atau laporan posisi keuangan adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas yang dihubungkan dengan persamaan berikut:

* aset = kewajiban + ekuitas

Informasi yang dapat disajikan di neraca antara lain posisi sumber kekayaan entitas dan sumber pembiayaan untuk memperoleh kekayaan entitas tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulan, caturwulan, atau tahunan).

4.2 Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi perusahaan terdapat dua komponen utama, yaitu penghasilan dan biaya. Sumber penghasilan perusahaan ada dua yaitu penghasilan dari usaha dan luar usaha. Penghasilan usaha merupakan penghasilan yang diterima dari usaha yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan yang terdiri dari penghasilan jasa konstruksi jaringan instalasi listrik BTS (Base Telekomunication System), sedangkan penghasilan dari luar usaha merupakan penghasilan yang diterima perusahaan, yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan usaha (operasi) pokok perusahaan yang terdiri dari penghasilan jasa giro dan bunga bank, laba penjualan aktiva, dan lain sebagainya. Perusahaan mengelompokkan biaya kedalam biaya administrasi dan umum yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi kantor dan biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan.



4.3 Koreksi Fiskal dan Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang

Pada akhir tahun PT. Tanato Makmur Lestari mempersiapkan laporan keuangan untuk melengkapi penyampaian laporan SPT tahunannya. Berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, penyampaian SPT tahunan dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhir tahun pajak atau tanggal 31 Maret sedangkan batas waktu penyetoran PPh akhir tahun (PPh pasal 29) adalah tanggal 25 Maret. Sebagai wajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, perusahaan dalam menyusun laporan keuangan menggunakan tahun takwim untuk periode akuntansi yaitu mulai tanggal 01 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember, yang digunakan untuk menghitung posisi keuangan keuangan suatu perusahaan.

Berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia, perusahaan berkewajiban menghitung, menetapkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang dalam satu periode. Kantor Pelayanan Pajak dapat menetapkan dan mengubah kewajiban pajak dalam batas waktu 10 tahun dari tanggal terhutangnya pajak. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang dimaksud untuk keeperluan berbagai pihak dinamakan laporan keuangan komersial. Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan keuangan tersebut dinamakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial dapat juga diubah menjadi laporan keuang fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan.



5. Kesimpulan dan Saran



5.1 Kesimpulan



Setelah melakukan pengumpulan data dan melakukan analisis terhadap data-data tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. PT. Tanato Makmur Lestari menentukan laba komersial berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang menjadi pedoman resmi dalam menyelenggarakan pembukuan secara komersial. Untuk kepentingan perpajakan, perusahaan melakukan koreksi fiskal atas perhitungan laba rugi sesuai ketentuan perpajakan untuk menghasilkan laba fiskal atau Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar dalam menghitung besarnya pajak penghasilan terutang perusahaan.

2. Perbedaan laba komersial dan laba fiskal disebabkan karena diberlakukannya undang – undang pajak penghasilan. Pemerintah memberlakukan undang – undang pajak penghasilan karena adanya pembedaan kepentingan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan.

3. Perusahaan menemukan adanya perbedaan waktu dan perbedaan tetap dalam hal pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan maka perusahaan melakukan koreksi fiskal atas perhitungan laba komersial sesuai dengan ketentuan perpajakan yaitu berpedoman pada undang – undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000. Koreksi fiskal tersebut terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif akan mengakibatkan pengurangan biaya atau penambahan penghasilan dipandang secara komersial sedangkan koreksi negatif akan mengakibatkan penambahan biaya atau pengurangan penghasilan dipandang secara komersial.



5.2 Saran



Setelah menggunakan penelitian dan evaluasi dengan membandingkan teori dengan hasil penelitian di lapangan maka penulis mencoba memberikan saran-saran guna meningkatkan kinerja perusahaan dalam menghitung pajak penghasilan badan perusahaan tersebut sebagaimana berikut :

1. Pihak perusahaan harus senantiasa mengikuti setiap perkembangan atau perubahan ketentuan/ peraturan perpajakan terutama ketentuan perpajakan sehubungan dengan pajak penghasilan agar tidak terjadi hambatan dalam menghitung pajak penghasilan terhutang yang dapat merugikan perusahaan.

2. Hasil perhitungan pajak penghasilan terhutang PT. Tanato Makmur Lestari telah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku dan disarankan agar pihak perusahaan hendaknya tetap mempertahankan predikatnya sebagai wajib pajak yang patuh, sehingga kelangsungan pembayaran pajaknya tidak mengalami hambatan yang dapat merugikan pihak perusahaan.

3. Koreksi fiskal merupakan sarana yang sesuai untuk merekonsiliasi laporan keuangan komersil ke laporan keuangan fiskal, dan dapat diterapkan bagi setiap wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, karena itu bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan ganda disarankan agar cukup membuat koreksi fiskal saja.



References



Agoes, Sukrisno & Estralita Trisnawati, Akuntansi Perpajakan, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2000.

Dyckman, Thomas R., Roland E. Dykes dan Charles J. Davis, Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, Cetakan Keempat, Jilid Satu, Diterjemahkan oleh Emil Salim, Erlangga, Jakarta, 2000.

Harahap, Sofyan Syafri, Teori Akuntansi, Edisi Revisi, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Harahap, Lili Wardani, Perbedaan Pengakuan Laba Fiskal dan Laba Komersial Studi Kasus Pada PT. Mabar Feed Indonesia, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003.

Ikatan Akuntan Indonesia, Standart Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2004.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan, 2004.

Muljono, Djoko, Akuntansi Pajak, Edisi Kedua, Cetakan Ketiga, Andi, Jakarta, 2006.

Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Andi, Jakarta, 2006.

Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Salemba Empat, Jakarta, 2001.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, 2000.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Dinas Perpajakan, Jakarta, 2000.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Dinas Perpajakan, Jakarta, 2008.

Rosdiana, Haula & Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.

Setiawan, Agus, Musri Basri, Perpajakan Umum, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Suandy, Erly, Perpajakan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2002.

Sumitro, Rochmat, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Edisi Pertama, Cetakan Keempat, Eresco, Bandung, 1990.

Yanti, Elfi Febri, Perhitungan besarnya PPH Terutang berdasarkan Laba Komersial dan Laba Fiskal pada PT. NATS Nusantara Medan, Skripsi, Fakultas Ekonomi Sumatera Utara, Medan, 2001.

Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

PENGARUH DEBT TO TOTAL ASSETS RATIO, QUICK RATIO, NET PROFIT MARGIN, RETURN ON INVESTMENT DEBITUR TERHADAP PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA PADA PT. BNI

ANNA SAFITRI

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara



TAPI ANDA SARI LUBIS

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAC

The objective of this research is to examine the effect if leverage, liquidity, and profitability ratio to working capital credit at PT. BNI (Persero) Tbk Medan. Leverage is represented by Debt to Total Assets Ratio, liquidity is represented by Quick Ratio and profitability is represented by Net Profit Margin and Return On Investment. These financial ratios are used by creditor to make decision for credit approval.

This research uses purposive sampling method The secondary data are taken from debitur’s financial ratios. This research used simple regression and multiple regression as analysis model. The statistic method being used is multiple linear regression with the model being tested previously in classic assumptions.

The result of this research indicates that Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment have simultaneously influenced to working capital credit. Meanwhile, this research indicates that only Debt to Total Assets Ratio has partially influenced to working capital credit, but Quick Ratio, Net Profit Margin, and Return On Investment have no partially influenced to working capital credit.



Keywords : Leverage ratio, Liquidity ratio, Profitability ratio and Working Capital Credit.





1. Pendahuluan



Dana merupakan persoalan yang paling utama karena tanpa adanya dana, bank tidak akan berfungsi sebagaimana layaknya. Peran bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dalam bentuk kredit ataupun dalam bentuk lainnya, bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kredit yang disalurkan oleh bank merupakan bagian terbesar dari asset yang dimiliki bank, sehingga kegiatan perkreditan merupakan tulang punggung atau kegiatan utama bank. Kita dapat melihat dari neraca setiap bank umum bahwa kredit merupakan komponen aktiva terbesar dari seluruh jumlah aktiva yang dimiliki suatu bank. Oleh karena itu,pemerintah dan dunia perbankan harus menetapkan kebijakan yang dapat mengatur keseimbangan perkreditan nasional.

Seiring peningkatan jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua bank berlomba menghimpun dana dari masyarakat yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat bagi yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Fungsi intermediasi ini bukanlah hal mudah bagi perbankan, mulai dari aktivitas penghimpunan sampai penyaluran dana mengandung risiko sehingga perbankan diharuskan untuk dapat menjaga keseimbangan antara pengelolaan risiko yang dihadapi dengan layanan yang diberikan kepada masyarakat.

Fenomena yang terjadi pada tahun 2007-2008, adanya ancaman lonjakan angka kredit bermasalah (NPL), baik yang berasal dari debitur korporasi maupun debitur individual. Kondisi ini terutama mengancam bank-bank BUMN atau bank pembangunan daerah (BPD) karena penyelesaian NPL di kelompok bank-bank ini terkendala masalah hukum yaitu ketentuan pencadangan (provisi) dan aturan yang melarang mereka memberikan potongan uang (haircut) untuk NPL karena dianggap merugikan negara. NPL yang menumpuk dan menuntut pencadangan besar ini membuat bank-bank tersebut juga semakin tak leluasa berekspansi kredit.

Bank yang menjadi objek penelitian ini adalah PT.BNI (Persero) Tbk. yang memiliki tingkat NPL (Non Performing Loan) sebesar 4,9% pada tahun 2008 (Inilah.com : 2008). Tingkat NPL yang tinggi merupakan kendala bagi PT. BNI Tbk. untuk menyalurkan kreditnya pada calon debitur. Padahal pihak bank telah melakukan selektifitas penilaian. Penilaian kelayakan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank yang menjadi bahan penelitian ini melalui rasio keuangan debitur. Selektifitas ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet yang akan berdampak pada profitabilitas bank.

Produk kredit PT. BNI (Persero) Tbk yang menjadi bahan penelitian penulis adalah Kredit Modal Kerja (KMK) Jangka Pendek. Penelitian ini bermaksud untuk menjawab pengaruh nilai rasio keuangan yang dimiliki oleh debitur sebagai dasar penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK) jangka pendek. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada PT.BNI (Persero) Tbk untuk wilayah Medan, yang berhubungan dengan pengaruh Debt to Total Asset Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, dan Return On Investment yang dimiliki oleh debitur terhadap penyaluran kredit modal kerja.



2. Tinjauan Pustaka



2.1 Pengertian Kredit

Kegiatan bank ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit. Istilah credit berasal dari bahasa latin credo yang berarti I Believe, I Trust, saya percaya. Kata credo berasal dari kombinasi bahasa Sansekerta, cred yang berarti kepercayaan dan bahasa latin do yang berarti saya menaruh. Kombinasi kedua kata tersebut menjadi bahasa latin, kata kerja dan kata bendanya masing-masing menjadi credere dan creditum, meskipun banyak penulis mengungkapkan bahwa credit berasal dari kata credere. Menurut Veithzal dan Andria (2007 : 4), “ kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau penghutang)dengan janji membayar dari si penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.”

Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 11 (2006 : 1) ”kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.”

2.2 Aspek Penilaian Kredit

Ada beberapa aspek yang diperlukan perbankan sebagai bahan pertimbangan dalam penyaluran kredit,yaitu :

a. aspek yuridis,

b. aspek pemasaran,

c. aspek manajemen dan organisasi,

d. aspek teknis,

e. aspek keuangan.

Penelitian ini lebih berfokus pada penilaian aspek keuangan dengan menggunakan beberapa variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap penyaluran kredit.

1) DTAR (Debt to Total Assets Ratio)

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar sebuah perusahaan menggunakan utang dari luar untuk membiayai operasi maupun ekspansi dirinya. Leverage sering diartikan sebagai pendongkrak kinerja perusahaan dan identik dengan utang. Melalui rasio ini juga dapat dilakukan pengukuran persentase dana yang disediakan kreditur terhadap total asset perusahaan. Perhitungan rasio dilakukan dengan cara membandingkan total kewajiban dengan total aktiva. Veithzal dan Andria (2007 : 352) mengungkapkan bahwa “semakin besar rasio ini, berarti semakin besar peranan dana dari luar untuk membelanjai aktiva dan semakiin besar risiko kreditor”. Rumusnya sebagai berikut.





Debt to Total Assets Ratio = Total kewajiban X 100%

Total aktiva

2) QR (Quick Ratio)

Rasio ini hampir sama dengan Current Ratio, namun perbedaannya terletak pada jumlah aktiva lancar yang digunakan. Menurut Salam dan Wahyudi (2003 : 4.4), “quick ratio hanya mempertimbangkan asset yang mudah atau cepat menjadi uang kas untuk melihat kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya”. Pendapat ini juga senada dengan pendapat Veithzal dan Andria (2007 : 350) bahwa “quick ratio menunjukan berapa rupiah dari aktiva lancar yang segera dapat dicairkan untuk membiayai setiap rupiah utang jangka pendek tanpa menunggu pencairan persediaan”. Rumusnya sebagai berikut.

Quick Ratio = Kas + Surat Berharga + Piutang X100%

Total utang jangka pendek



3) NPM (Net Profit Margin)

Menurut Veithzal dan Andria (2007 : 354), “rasio ini menunjukan persentase laba bersih terhadap penjualan bersih. Laba bersih adalah laba operasi bersih (ditambah) dikurangi (pendapatan) beban di luar operasi dikurangi dengan pajak penghasilan badan untuk periode tersebut”. Semakin besar rasio ini, semakin besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban di luar operasi dan pajak penghasilan, yang sekaligus juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba bersih. Rumusnya sebagai berikut.



Net Profit Margin = Laba bersih setelah pajak X 100%

Penjualan bersih





4) ROI (Return On Investment)

Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari hasil investasi yang dilakukan. Rasio ini menunjukan persentase laba bersih yang dinyatakan dari total aktiva. “Semakin besar rasio ini, semakin besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari total aktiva yang ada”, sebagaimana yang diungkapkan oleh Veithzal dan Andria (2007 : 354). Rumusnya sebagai berikut.





Return On Investment = Penjualan bersih X NPM

Total Aktiva

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel bebas dan satu variabel terikat.



Debt to Total Asset Ratio digunakan untuk melihat seberapa besar total aktiva perusahaan yang didanai oleh utang/pinjaman dari pihak lain. Melalui rasio ini, bank dapat menilai salah satu aspek penilaian 5C’s yaitu capital yang dimiliki oleh calon debitur. Menurut Hessel (2003 : 44), ”dalam praktik saat ini, bank jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya dapat dibiayai dengan kredit bank”. Semakin besar rasio ini, berarti semakin besar peranan dana dari luar untuk membelanjai aktiva dan semakin besar risiko kreditor sehingga akan memengaruhi penyaluran kredit.

Quick Ratio menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan unsur-unsur aktiva lancar yang likuid. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Veithzal dan Andria (2007 : 350) bahwa “quick ratio menunjukan berapa rupiah dari aktiva lancar yang segera dapat dicairkan untuk membiayai setiap rupiah utang jangka pendek tanpa menunggu pencairan persediaan”. Penilaian rasio ini akan menambah keyakinan bank kepada calon debitur untuk pembayaran kembali kreditnya sehingga dapat memengaruhi penyaluran kredit oleh kreditur.

Net Profit Margin dan Return On Investment merupakan rasio profitabilitas calon debitur. Rasio ini digunakan oleh bank untuk memperoleh keyakinan bahwa calon debitur telah memenuhi salah satu aspek penilaian 5C’s yaitu capacity, seperti yang dikemukakan Veithzal dan Andrea (2007 : 291) bahwa “capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini untuk mengukur sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya”. Oleh karena itu, rasio ini juga turut memengaruhi penyaluran kredit.



2.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang dibuat, maka hipotesis yang dapat disimpulkan adalah bahwa Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment debitur berpengaruh terhadap penyaluran Kredit Modal Kerja baik secara parsial maupun simultan.



3. Metodologi Penelitian



Penelitian yang dilakukan adalah desain kausal, yaitu untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2003 : 30). Populasi penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang mengajukan permohonan kredit modal kerja ke PT. BNI (Persero) Tbk. Cabang Sutomo dan disetujui pada tahun 2007 sampai dengan 2008. Debitur yang menjadi populasi dalam penelitian ini berjumlah 154 pada tahun 2007 dan 140 pada tahun 2008.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006 : 56). Penelitian ini menggunakan sampel yang ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu (Jogiyanto, 2004 : 79). Beberapa kriteria yang diambil untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu :

1. debitur yang diteliti adalah debitur yang menerima pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) jangka pendek dengan batas Rp. 500.000.000,00 hingga Rp 1.000.000.000,00;

2. debitur tersebut masih menerima pinjaman kredit modal kerja dari PT. BNI (Persero) Tbk cabang Sutomo, Medan pada tahun 2007 dan 2008;

3. usaha debitur bergerak di bidang dagang dan manufaktur;

4. usaha debitur masih tetap berjalan dan masih melakukan pembayaran kredit hingga akhir 2008.

Berdasarkan kriteria diatas, sampel yang dapat diambil sebanyak 16 debitur selama tahun 2007 dan 2008.



4. Metode Analisis Data



Dalam penelitian ini, data dianalisis statistik dengan menggunakan program SPSS 16,0. Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan setelah melakukan pengujian asumsi klasik.

4.1 Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, baik itu multikolineritas, heteroskedastisitas, maupun autokorelasi.

4.1.1 Uji Normalitas Data

Pengujian tahap awal yang dilakukan dalam metode penelitian analisis data karena setelah pengujian ini, dapat diambil tindak lanjut untuk menggunakan statistik parametrik atau tidak. Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov, dapat dilihat bahwa p-value pada kolom Asimp. Sig(2-tailed) memiliki nilai 0,250 nilai ini > 0,05 (level of significant). Hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi normal. Data yang terdistribusi secara normal tersebut juga dapat dilihat melalui grafik histogram dan grafik normal plot data.

4.1.2 Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Kemiripan antarvariabel independen dalam satu model akan mennyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antar suatu variabel independen dengan variabel independen lainnya. Hasil uji multikolinearitas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF), menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen, melihat nilai Condition Index (CI) serta membandingkan nilai R2 model utama (awal) terhadap nilai R2 dari masing-masing auxilary regression antar variabel independen. Besarnya tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir, yaitu: Tolerance > 0.10, Variance Inflation Factor (VIF) < 10, Condition Index < 10, menunjukkan tidak ada korelasi yang tinggi diantara variabel independennya, maka hal ini merupakan indikasi tidak adanya multikolinearitas.

4.1.3 Uji Heteroskedastisitas

”Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan varians residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan lainnya”, seperti yang diungkapkan oleh Bhuono (2005 : 62). Satu di antara beberapa syarat atas regresi linear adalah bahwa tidak terjadi adanya heteroskedastisitas, tentu yang diharapkan adalah terjadinya homokedastisitas. Hasil uji grafik Scatterplot menunjukkan tidak terjadinya heteroskedastisitas pada model regresi. Hal ini terlihat dari titik-titik yang menyebar secara acak yang terdapat diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja, dan penyebaran titik-titik data tidak berpola.





4.1.4 Uji Autokorelasi

Pada data time series sering ditemukan adanya masalah autokorelasi. Menurut Bhuono (2005 : 59), “uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1”. Pada penelitian ini, autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin–Watson (DW test). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai du < DW < 4-dU (1,57 < 1,600< 2,43), berarti data terletak di daerah No Autocorelation sehingga dapat dikatakan bahwa data terbebas dari autokorelasi.



4.2 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang akan dilakukan didahului oleh analisis regresi. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk pengujian statistiknya. Model regresi berganda yang akan diuji dapat dilihat berikut ini.



KMK = -1.102 + 6.376 DTAR – 1.488 QR + 1.654 NPM + 2.999ROI + e



Berdasarkan ANOVA, dapat dilihat bahwa nilai F hitung adalah 11.525 dengan tingkat signifikansi 0.000 yang lebih kecil dari 0.05 dan nilai F tabel 2,602988047. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment secara simultan berpengaruh terhadap penyaluran Kredit Modal Kerja karena F hitung > F tabel (11.525 > 2,602988047) dan signifikansi penelitian < 0,05 ( 0,000<0,05).



Pengujian melalui uji t memberikan kesimpulan pengaruh dari masing-masing variabel sebagai berikut.

1) Besarnya t hitung untuk variabel Debt to Total Assets Ratio (DTAR) sebesar 3,318 dengan nilai signifikan 0,003. Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa t hitung adalah 3,318 dan t tabel adalah 2,373417374, sehingga t hitung > t tabel (3,318 > 2,373417374), signifikansi penelitian 0,003 < 0,05, mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa DTAR berpengaruh terhadap penyaluran KMK secara parsial.

2) Besarnya t hitung untuk variabel Quick Ratio (QR) sebesar -1,016 dengan nilai signifikan 0,319. Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa t hitung adalah -1,016 dan t tabel adalah 2,373417374, sehingga t hitung < t tabel (-1,016 < 2,373417374), signifikansi penelitian 0,319 > 0,05, mengindikasikan H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti bahwa QR tidak berpengaruh terhadap penyaluran KMK secara parsial.

3) Besarnya t hitung untuk variabel Net Profit Margin (NPM) sebesar 0,839 dengan nilai signifikan 0,410. Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa t hitung adalah 0,839 dan t tabel adalah 2,373417374, sehingga t hitung < t tabel (0,839 < 2,373417374), signifikansi penelitian 0,410 > 0,05, mengindikasikan H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti bahwa NPM tidak berpengaruh terhadap penyaluran KMK secara parsial.

4) Besarnya t hitung untuk variabel Return On Investment (ROI) sebesar 1,000 dengan nilai signifikan 0,327. Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa t hitung adalah 1,000 dan t tabel adalah 2,373417374, sehingga t hitung < t tabel (1,000 < 2,373417374), signifikansi penelitian 0,327>0,05, mengindikasikan H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti bahwa ROI tidak berpengaruh terhadap penyaluran KMK secara parsial.



4.3 Pembahasan Hasil Statistik

Berdasarkan analisis statistik, Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment secara simultan berpengaruh terhadap penyaluran kredit modal kerja pada PT.BNI (Persero) Tbk. Sutomo Medan. Hal ini mengindikasikan bahwa kreditur mempertimbangkan rasio-rasio keuangan para debitur untuk menekan jumlah kredit yang tidak dapat tertagih, dengan kata lain pihak manajamen perbankan telah melaksanakan konsep kehati-hatian (prudential banking). Berdasarkan hasil analisis statistik, pengaruh Debt to Total Assets Ratio, Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment debitur secara individu (parsial) terhadap penyaluran kredit dijelaskan sebagai berikut.

1) Debt to Total Assets Ratio secara individu (parsial) berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Ini berarti kondisi leverage debitur berpengaruh secara statistik terhadap penyaluran kredit modal kerja pada PT. BNI (Persero) Tbk. Medan. Pada umumnya total utang mengalami penurunan dikarenakan debitur melunasi utang-utangnya untuk mempermudah dalam memperoleh pinjaman kredit dari bank sehingga total assets juga mengalami penurunan. Peningkatan total assets biasanya dikarenakan peningkatan penjualan tunai, penerimaan piutang dari penjualan kredit, ataupun pembelian aktiva melalui utang.

2) Quick Ratio secara individu (parsial) tidak berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Ini berarti kondisi likuiditas debitur tidak berpengaruh secara statistik terhadap penyaluran kredit modal kerja pada PT. BNI (Persero) Tbk. Medan. Peningkatan aktiva lancar diduga bukan disebabkan aktivitas normal perusahaan, tetapi karena perusahaan menerapkan harga baru diatas harga normal untuk produk-produknya sebagai penyesuaian terhadap biaya-biaya yang mengalami kenaikan. Ini menyebabkan aktiva lancar umumnya mengalami peningkatan dalam kas dan piutang. Utang lancar mengalami penurunan diduga karena debitur melunasi utang-utang jangka pendeknya sehingga mempermudah dalam memperoleh pinjaman kredit ke bank untuk menambah modal kerjanya sebagai antisipasi biaya-biaya yang meningkat.

3) Net Profit Margin secara individu (parsial) tidak berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Ini berarti kondisi profitabilitas debitur yang tercermin dalam margin labanya tidak berpengaruh secara statistik terhadap penyaluran kredit modal kerja pada PT.BNI (Persero) Tbk. Medan.

4) Return On Investment secara individu (parsial) tidak berpengaruh terhadap pemberian kredit. Ini berarti kondisi profitabilitas debitur yang tercermin dalam rasio laba terhadap aktivanya tidak berpengaruh secara statistik terhadap penyaluran kredit pada PT. BNI (Persero) Tbk. Medan.











5. Kesimpulan dan Saran



5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1) PT. BNI (Persero) Tbk. telah menerapkan salah satu kriteria pemberian kredit, yaitu peninjauan dan penganalisisan pihak bank terhadap capacity (kemampuan) calon debitur. Hal ini bisa dilihat melalui uji statistik bahwa beberapa rasio keuangan yang telah diuji ternyata berpengaruh secara simultan terhadap penyaluran kredit modal kerja, meskipun secara parsial hanya satu variabel independen yang berpengaruh yaitu Debt to Total Assets Ratio.

2) Pengujian secara individu (parsial) menunjukkan hasil bahwa hanya satu variabel independen yaitu Debt to Total Assets Ratio yang berpengaruh terhadap penyaluran Kredit Modal Kerja. Sedangkan variabel independen lain, seperti Quick Ratio, Net Profit Margin, Return On Investment yang secara parsial tidak berpengaruh terhadap penyaluran Kredit Modal Kerja.



5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mencoba memberikan saran bagi berbagai pihak, diantaranya bagi debitur, perbankan, dan juga bagi peneliti selanjutnya.

1) Disarankan bagi para debitur yang ingin meminjam kredit, sebaiknya memberikan laporan keuangan yang lengkap, meliputi seluruh rasio keuangan yang sebenarnya untuk mengurangi risiko ketidakmampuan pembayaran kredit kembali kepada pihak bank.

2) Kepada pihak bank, sebaiknya lebih meningkatkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam menganalisis laporan keuangan debitur untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat merugikan perbankan dan pemerintah.

3) Kepada peneliti yang lain disarankan untuk memperluas sampel penelitian dimana sampel tidak terbatas hanya pada satu cabang saja, memperluas kriteria sampel penelitian untuk maksimal jumlah pinjaman yang telah diberikan oleh bank, dan menambah faktor-faktor lain yang belum termasuk dalam penelitian ini, seperti rasio-rasio keuangan lainnya yang belum dibahas dalam penelitian ini, maupun kondisi-kondisi ekonomi yang kurang kondusif seperti depresiasi rupiah, laju inflasi, maupun kenaikan harga bahan-bahan pokok dan harga minyak tanah.



REFERENCES



Ety, Ratih, dan Madjid, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS, Edisi Pertama, Mitra Wacana Media, Jakarta.

Faza Rifai, Mochamad, 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Kredit Perbankan pada Bank-Bank Umum di Jawa Tengah”, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kasmir, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Kedelapan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Lapoliwa dan Daniel, 2000. Akuntansi Perbankan, Edisi Kelima, Institut Bankir Indonesia, Jakarta.

Nogi, Hessel, 2003. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Edisi Pertama, Balairung & Co., Yogyakarta.

Nazir, Moh., 1999. Metode Penelitian, Edisi Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nugroho, Bhuono Agung, 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, Edisi Pertama, CV. Andi Offset, Yogyakarta.

Pudjo, Teguh, 1996, Bank Budgeting – Profit, Planning and Control, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Salam dan Wahyudi, 2003. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ketiga, Universitas Terbuka, Jakarta.

Sastradipoera, Komaruddin, 2004. Strategi Manajemen Bisnis Perbankan : Konsep dan Implementasi untuk Bersaing, Penerbit Kappa-Sigma, Bandung, 2004.

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kedelapan, Alfabeta, Bandung.

Umar, Husin, 2001. Riset Akuntansi, Edisi Pertama, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Veithzal Rivai, Andria Permata V., 2007. Credit Management Handbook, Edisi Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Yuanaria, Friska, 2007. ”Pengaruh Analisis Laporan Keuangan Debitur Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) Jangka Pendek Pada PT. Bank SUMUT Cabang Pematang Siantar”, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.

Undang-Undang­ No. 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta.

www.bni.co.id

www.inilah.com

www.konsultanstatistik.com

“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN DAN PENGUNGKAPAN INFORMASI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA EKONOMI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONES

ABSTRACT



The purpose of this study is to examine the impact of environmental performance to environmental disclosure and the impact of environmental performance to economic performance. Different from interrelation model from Suratno, et al (2004), this study puts more emphasis on the impact of the independent variable to the dependent variable.

This study is based on a longitudinal empirical applied research. Through a judgment sampling technique, 16 public companies which participated in the PROPER program from 2006-2007 were included in the research. The data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression, which t test and with f test on 5% level of significant.

The test result for the first hyphotesis indicated that the impact of environmental performance to economic performance was unsignificantly. The test result for the second hyphotesis indicated that the impact of environmental disclosure to economic performance was positive statistically significant. 35.5% variation from economic performance change which can be explained by the two independent variable. Meanwhile, the reminder 64,5% explained by other variation or factor which not include in regression model.



Keywords : Enviromental Performance, Enviromental Disclosure, Economic Performance



1. PENDAHULUAN

Tujuan umum perusahaan adalah maksimalisasi laba, namun bersamaan dengan itu perusahaan terkadang melanggar konsensus dan prinsip-prinsip maksimalisasi laba itu sendiri. Prinsip-prinsip yang dilanggar tersebut antara lain adalah kaidah biaya ekonomi (economic cost), biaya akuntansi (accounting cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost). Implikasi dari pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan dan rendahnya tingkat kinerja lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan. Pelanggaran terhadap prinsip opportunity cost misalnya, telah memberi dampak yang





signifikan bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan global. Di Indonesia dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir bandang di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk Jawa Tengah dan daerah-daerah lainnya di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan bahkan munculnya banjir lumpur bercampur gas sulfur akhir-akhir ini di daerah Sidoarjo Jawa Timur merupakan bukti rendahnya perhatian perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktivitas industrinya.

Penelitian Pfleiger et al (2005) menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Sebagian perusahaan dalam industri modern menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan sosial juga merupakan bagian penting dari perusahaan (Pflieger, et al, 2005). Ferreira (2004) menyatakan bahwa persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report, Hal ini karena terkait dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial. Persoalannya memang pelaporan lingkungan dalam annual report, di sebagian besar negara termasuk Indonesia, masih bersifat sukarela. Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI hanyalah merupakan pengungkapan yang bersifat non-publik (khusus terhadap insitusi pemerintah yang terkait).

Penelitian empiris mengenai hubungan antara kinerja lingkungan, kinerja ekonomi dan pengungkapan informasi lingkungan secara umum telah mempertimbangkan kekuatan hubungan diantara variabel-variabel tersebut. Ingram dan Frazier (1980) menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan dalam pengujian hubungan antara pengungkapan informasi lingkungan dengan kinerja lingkungan. Pattern (2002) menemukan hubungan yang negatif antara pengungkapan informasi lingkungan dalam annual report dengan kinerja lingkungan. Al-Tuwaijri, et al. (2004) menemukan adanya hubungan positif dan signifikan antara kinerja ekonomi dengan kinerja lingkungan, demikian juga antara pengungkapan informasi lingkungan dengan kinerja ekonomi. Fredman dan Jaggi (1992) menguji hubungan jangka panjang antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi dengan menggunakan persentase perubahan dalam tiga ukuran polusi dan berbagai rasio akuntansi sebagai proksi empiris dari kinerja lingkungan dan kinerja ekonomi. Mereka gagal menolak hipotesis nol mengenai tidak adanya hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi. Hubungan antara kinerja ekonomi dengan kinerja lingkungan yang tidak searah adalah konsisten dengan pemikiran ekonomi tradisional yang menggambarkan hubungan ini sebagai trade off antara profitabilitas perusahaan dengan tindakannya pada tanggung jawab sosial perusahaan.

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian-penelitian terdahulu dan pentingnya pengaruh konsep economic performance dalam mempengaruhi kebijakan perusahaan, maka penulis tertarik dan bermaksud untuk melakukan penelitian dengan setting Indonesia dan menetapkan judul “Pengaruh Kinerja lingkungan dan Pengungkapan Informasi Lingkungan Terhadap Kinerja Ekonomi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”.



2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Corporate Social Responsibility

Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa disebut dengan corporate social responsibility (CSR) merupakan suatu konsep bahwa organisasi, dalam hal ini lebih dispesifikkan kepada perusahaan, adalah memiliki sebuah tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi, yang menciptakan profit demi kelangsungan usaha, tapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan (SWA: 2005). Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990).



2.2 Akuntansi Pertanggungjawaban sosial

Akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah akuntansi yang memerlukan adanya laporan mengenai terlaksananya pertanggungjawaban sosial perusahaan (Hadibroto,1990). Definisi dari Belkaoui yang dikutip oleh Harahap (1993:185), memberikan istilah akuntansi sosial untuk akuntansi pertanggungjawaban sosial sebagai berikut The process of ordering, measuring, and disclosing the impact of exchanges between a firm and its social environment.



2.3 Pengungkapan Informasi Lingkungan

Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu informed decision dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan informasi yang tidak hanya informasi tambahan tapi juga informasi non keuangan. Kebutuhan itu didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen terhadap fenomena tersebut. Informasi kualitatif ini dapat diungkapkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan.



2.4 Pengukuran Kinerja lingkungan

Selama ini masih belum ada kesepakatan final mengenai pengukuran terhadap kinerja lingkungan, hal ini karena setiap negara memiliki cara pengukuran sendiri, tergantung situasi dan kondisi lingkungan negara masing-masing. Bagaimanapun ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja lingkungan, namun yang terpenting bahwa ukuran yang dipakai adalah valid. Menurut Verma et al. (2001) pengukuran kinerja lingkungan perusahaan harus objektif, akurat, dan teruji dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan stakeholders yang terkandung dalam laporan ini. Pengukuran kinerja lingkungan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1995, ditandai dengan diperkenalkannya program yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia melalui BAPEDAL (Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan) yang diberi nama PROPER. PROPER sebagai alat untuk memeringkat kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.



2.5 Kerangka Konseptual









Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik merupakan berita baik bagi investor dan calon investor. Perusahaan yang memiliki tingkat kinerja lingkungan yang tinggi akan direspon secara positif oleh investor melalui fluktuasi harga saham perusahaan. Harga saham perusahaan secara relatif dalam industri yang bersangkutan merupakan cerminan pencapaian kinerja ekonomi perusahaan. Begitu pula dengan pengungkapan informasi lingkungan perusahaan manufaktur yang dinilai sebagai perusahaan berisiko lingkungan yang tinggi, perusahaan dengan pengungkapan informasi lingkungan yang tinggi dalam laporan keuangannya akan lebih dapat diandalkan, laporan keuangan yang handal tersebut akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja ekonomi, dimana investor akan merespon secara positif dengan fluktuasi harga pasar saham yang semakin tinggi, dan begitu pula sebaliknya.



2.6 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2007:38) hipotesis merupakan proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris, dan hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan berpengaruh terhadap kinerja ekonomi perusahaan manufaktur”.



3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2006:11) dengan bentuk hubungan kausal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006-2007 yang berjumlah 142 perusahaan.

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling yaitu “teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu”. (Indrianto dan Supomo, 1999:131). Dalam hal ini sampel yang diambil harus memenuhi karakteristik yang disyaratkan. Secara umum, karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

a. perusahaan sampel adalah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006-2007 dan mengungkapkan informasi kinerja lingkungan dalam laporan tahunan (annual report) pada tahun 2006-2007,

b. perusahaan yang dipilih sebagai sampel adalah perusahaan manufaktur yang telah mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006-2007, sampel perusahaan adalah 16 perusahaan manufaktur.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala secara numerik (Kuncoro, 2003:124). Data dalam penelitian ini bersifat pooling yaitu gabungan antara time series dan cross section yaitu laporan tahunan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar pada tahun 2006, dan 2007. Data ini merupakan data sekunder, yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh pihak lain) (Indriantoro dan Supomo,2002:147). Data laporan tahunan diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Jakarta periode tahun 2006 sampai dengan 2007 dan data mengenai variabel kinerja lingkungan diperoleh dari database Kementerian Lingkungan Hidup dan sumber lainnya.







4. ANALISIS HASIL PENELITIAN



4.1 Uji Asumsi Klasik

Dalam penelitian ini metode analisis data dilakukan dengan metode analisis statistik dan menggunakan software SPSS 15.0. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak.

4.1.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal akan digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0,164 > 0,05.

4.1.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas. Jika dilihat pada tabel semua variabel independen memiliki VIF 1,884, atau VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen adalah 0,531 yaitu lebih besar dari 0,1 (tolerance > 0,1). Dengan demikian disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi ini.

4.1.3 Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Uji ini dilakukan dengan mengamati pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana bila ada titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.

4.1.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin-Watson (DW). Dari tabel Durbin-Watson diatas dapat dilihat bahwa untuk jumlah sampel sebanyak 32 dan variabel bebas sebanyak 2 maka Du=1,57 dan Dl=1,31. Maka nilai DW berada di antara 4-Du dan Dl (2,43 > 2,365 >1,31). Hal ini bermakna bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi.

4.2 Pembahasan



4.2.1 Kinerja Lingkungan

Berdasarkan hasil pengujian regresi linear berganda pada model pertama dengan variabel independen yaitu kinerja lingkungan menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja ekonomi perusahaan manufaktur. Hal tersebut berdasarkan pada taraf signifikansi dari uji t dengan nilai t = 0,848 (t < 2,042) dan p = 0,403 (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya tingkat kinerja lingkungan perusahaan tidak mempengaruhi kinerja ekonomi perusahaan manufaktur. Perilaku variabel kinerja ekonomi pada perusahaan manufaktur tersebut ternyata bukanlah salah satu faktor yang menentukan fluktuasi harga saham dan besarnya dividen yang dibagikan pada suatu periode. Hal tersebut diduga karena kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara lain terutama di negara barat terkait dengan perilaku para pelaku pasar modal di Indonesia. Peneliti menduga bahwa masih ada variabel lain yang digunakan oleh para pelaku pasar modal di Indonesia dalam menentukan portofolio investasi pada perusahaan manufaktur, sebagai contoh: rasio keuangan, ukuran perusahaan, dan kategori investasi apakah perusahaan merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) ataukah penanaman modal asing (PMA).



4.2.2 Pengungkapan Informasi Lingkungan

Perilaku variabel pengungkapan informasi lingkungan tersebut ternyata merupakan salah satu faktor yang menentukan tingginya kinerja ekonomi perusahaan manufaktur, hal ini dapat dilihat dari analisis uji t, pengungkapan informasi lingkungan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan dengan nilai t = 2,539 (2,539 > 2,042) dan p = 0,017 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa semakin luas pengungkapan informasi lingkungan, maka kinerja ekonomi perusahaan manufaktur akan semakin baik. Temuan penelitian ini konsisten dengan model Discretionary Disclosure menurut Verrecchia (1983) dalam Suratno, et al (2006) bahwa pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa mengungkapkan performance mereka menggambarkan kabar baik bagi pelaku pasar.



5. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis dan melakukan pembahasan dalam penelitian ini, penulis memberikan tiga kesimpulan sebagai berikut:

1. penelitian ini memberikan hasil bahwa kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan secara bersama-sama atau simultan memiliki kemampuan mempengaruhi kinerja ekonomi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tingkat kepercayaan 95%,
2. penelitian ini memberikan hasil bahwa secara parsial, variabel pengungkapan informasi lingkungan secara statistik berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tingkat kepercayaan 95% ,
3. penelitian ini memberikan hasil bahwa secara parsial, kinerja lingkungan secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tingkat kepercayaan 95% ,



5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam penelitian-penelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:

1. dalam penelitian ini sampel yang digunakan hanyalah perusahaan manufaktur saja sehingga perusahaan yang dijadikan sampel tidak dapat mewakili keseluruhan perusahaan yang ada di Indonesia,

2. periode waktu yang diambil dalam penelitian ini hanya tahun 2007, sehingga kondisi tersebut tidak dapat digeneralisir untuk hasil penelitian yang telah ada,

3. variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga yaitu, dua variabel independen, yaitu kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan serta satu variabel dependen, yaitu kinerja ekonomi perusahaan, sehingga variabel-variabel independen tersebut tidak begitu mampu menjelaskan kinerja ekonomi perusahaan manufaktur.



5.3 Saran

Berdasarkan keterbatasan di atas penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. analisis regresi dalam penelitian ini menghasilkan Adjusted R Square () yang cukup rendah walaupun model regresinya secara statistik signifikan dalam menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan demikian penelitian selanjutnya dapat menambahkan atau menggunakan variabel lain untuk menjelaskan kinerja ekonomi perusahaaan manufaktur,
2. peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang lebih besar, seperti contoh perusahaan industri migas yang pengungkapan lingkungannya juga diatur dalam PSAK.
3. bagi peneliti selanjutnya, item-item pengungkapan informasi lingkungan hendaknya senantiasa diperbaharui sesuai kondisi masyarakat serta peraturan yang berlaku. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan melibatkan para aktivis sosial serta pihak berwenang terkait dengan masalah sosial.



REFERENCES:

Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E. dan Hughes II, K.E. 2004. “The Relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: a simultaneous equations approach”. Accounting Organizations and Society. Vol. 29. pp.447-471.

Anggraini, Fr. Reni Retno (2006), “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi 9.

Basamalah, Anies S., and Johnny Jermias (2005), “Social and Environmental Reporting and Auditing in Indonesia: Maintaining Organizational Legitimacy?”, Gadjah Mada International Journal of Business, January-April, Vol. 7, No. 1, pp. 109 – 127.

Belkaoui, Ahmed.R.1992. Accounting Theory.Third Edition. London:Academic Press Limited.

Berry A Michael dan Dennis A Rondinelli. 1998. “Proactive Corporate Environmental Management: A New Industrial Revolution”. Academy of Management Executive. 12(2). 38-50.

Bragdon, J. dan Marlin, J. 1972. “Is pollution profitable”? Risk Management. Vol. 19. pp.9–18.

Darwin, Ali, 2004. “Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia”, Konvensi Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan, Yogyakarta.

Erlina dan Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan.

Freedman, M. dan Jaggi, B. 1992. “An Investigation of The Long-Run Relationship Between Pollution Performance and Economic Performance: the Case of Pulp-and-Paper Firms”. Critical Perspectives on Accounting. Vol. 3(4). pp.315-336.

Gupta, S., & Goldar, B. 2003. “Do Stock Market Penalise Environmental-Unfriendly Behaviour. Evidence from India”Social Science Research Network (SSRN).

Guthrie, J. and L.D. Parker (1990), “Corporate Social Disclosure Practice: A Comparative International Analysis”, Advances in Public Interest Accounting, Vol. 3, pp. 159-175.

Hadibroto.1990. Masalah Akuntansi. Buku Empat. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Hal:81-88

Haniffa, R.M., dan T.E. Cooke (2005), “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”, Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430.

Harahap, Sofyan Syafri.1993. Teori Akuntansi. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.Hal:205-208.

Hughes, Susan B., Allison Anderson, and Sarah Golde. 2001. “Corporate environmental disclosure: are they useful in determining environmental performance”. Journal of Accounting and Public Policy, 20, 217-240.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis:untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta,Yogyakarta.

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.

Kuncoro, Mudrajad, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta.

Maksum, Azhar dan Azizul Kholis. 2003. ”Analisis Tentang Pentingnya Tanggung Jawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan, Studi Empiris di Kota Medan”. Simposium Nasional Akuntansi VI.16-17 Oktober.Surabaya.

Narver, J. 1971. “Rational Management Responses to External Effect”. Academy of Management Journal. March. pp.99-115.



Patten, D.M. 2002. “The relation between environmental performance and environmental disclosure: a research note”. Accounting, Organization and Society. 27. 763-773.

Pflieger, Juli; Matthias Fischer; Thilo Kupfer; Peter Eyerer. 2005. “The contribution of life cycle assessment to global sustainability reporting of Organization”. Management of Environmental. Vol. 16, No. 2.

Porter, M. dan van der Linde, C. 1995a. “Green and Competitive: Ending the Stalemate”. Harvard Business Review. Vol. 73(5). pp.120-134.

, M. dan van der Linde, C. 1995b. “Toward a New Conception of the Environment-Competitiveness Relationship”. Journal of Economic Perspectives. Vol. 9(4). pp.97-118.

Roberts, R.W. (1992), “Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosures: An Application of Stakeholder Theory”, Accounting, Organization and Society, Vol. 17, No. 6: 595-612.

Sembiring, Eddy Rismanda (2005), “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, 2005.

Spicer, B. 1978. “Investors, Corporate Social Performance and Information Disclosure: an Empirical Study”. The Accounting Review. Vol. 53. pp.94- 111.

Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Suratno, Ign Bondan, Darsono, dan Siti Mutmainah (2006), “Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus 2006.

Sarumpaet, Susi. 2005. “The Relation Between Environmental Performance and Financial Performance Among Indonesian Companies”. SNA VIII Solo. 15-16 September.

Toms, J.S. 2002. “Firm resources, quality signals and the determinants of corporate Environmental Reputation: Some UK Evidence”. British Accounting Review, 34, 257- 282

Utomo, Muhammad Muslim (2000), “Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara Perusahaan-Perusahaan High Profile dan Low Profile)”, Simposium Nasional Akuntansi 3, 2000.

Widiastuti, H., 2000. “Manfaat Ungkapan Bagi Komunitas Investasi: Suatu Sintesis”, Dian Ekonomi, Vol. VI. No 2.

Wondabio, Ludovicus (2005), “Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada perusahaan Yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2005)”, Simposium Nasional Akuntansi 10 Makassar, 26-27 Juli 2007